Thursday 3 November 2016

Makalah , Metodologi Ekonomi Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islami (cara-cara yg didasarkan atas ajaran Islam yaitu berlandaskan Al Quran dan Sunah Nabi).
Ekonomi Islam pada dasarnya mengedepankan pendekatan integratif antara normative economics dan positif economics.
Islam menempatkan nilai yang tercermin dalam etika pada posisi yang lebih tinggi, jadi etika harus menjadi kerangka awal dalam ilmu ekonomi (etika lah yg harus menguasai ekonomi, bukan sebaiknya).
Kaidah umum dan universal, sesuai dengan universalitas islam dalam konsep ekonomi Islam adalah setiap pelaku ekonomi harus :
   a. bertujuan untuk mendapatkan mashlahah.
   b. tidak melakukan kemubaziran.
   c. Berusaha meminimize resiko.
   d. Dihadapkan pada ketidak pastian.
  

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep dasar metodologi ekonomi islam ?
2.    Bagaimana posisi dan perkembangan metodologi ekonomi islam ?
3.    Apa saja aksioma-aksioma ekonomi islam
4.    Bagaimana landasan ekonomi islam ditinjau dari segi epistimologi dan ontologi ?





BABA II
PEMBAHASAN
A.  Konsep Dasar Metodologi Ekonomi Islam
Para pakar ekonomi Islam (seperti Masudul Alam Choudoury, M Fahim Khan, Monzer Khaf, M. Abdul Mannan, dan lain-lain) telah merumuskan metodologi ekonomi Islam secara berbeda, tetapi dapat ditarik garis persamaan bahwa semunya bermuara pada ajaran Islam.Metodologi Ekonomi Islam, dapat diringkaskan sebagai berikut :
1.        Ekonomi Islam dibentuk berdasarkan pada sumber-sumber wahyu, yaitu al-Quran dan al-Sunnah. Penafsiran terhadap dua sumber tersebut mestilah mengikuti garis panduan yang telah ditetapkan oleh para ulama muktabar, bukan secara membabi buta dan ngawur.
2.        Metodologi ekonomi Islam lebih mengutamakan penggunaan metode induktif.
3.        Ilmu Usul tetap mengikat bagi metodologi ilmu ekonomi Islam. Walaupun begitu pemikiran kritis dan evaluatif terhadap ilmu usul sangat diperlukan karena pada dasarnya ilmu usul adalah produk pemikrian manusia.
4.        Penggunaan metode ilmiah konvensional atau metodologi lainnya dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
5.        Ekonomi Islam dibangun di atas nilai dan etika luhur yang berdasarkan Syariat Islam, seperti nilai keadilan, sederhana, dermawan, suka berkorban dan lain-lain.
6.        Kajian ekonomi Islam bersifat normatif dan positif.
7.        Tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai falah di dunia dan akhirat.
8.        Pada dasarnya metodologi yang bersumber dari metode ilmiah memiliki peluang untuk menghasilkan kesimpulan yang sama dengan yang bersumber dari ilmu usul. Ilmu usul untuk ayat qauliyah dan metode ilmiah untuk ayat kauniyah.[1]
B.  Posisi Dan Perkembangan Metodologi Ekonomi Islam
Dari sisi komunitas yang mendiami NKRI, bagian terbesarnya adalah pemeluk agama Islam. Atas dasar ini maka sungguh merupakan kewajaran bila hukum sebuah negara dipengaruhi oleh hukum agama yang dianut oleh bagian terbesar penduduknya. Pemberlakuan hukum ekonomi Islam di Indonesia sama sekali tidak terkait dengan apa yang lazim dikenal dengan sebutan “diktator mayoritas” dan atau “tirani minoritas.” Alasannya, karena penerapan hukum ekonomi Islam tidak dilakukan secara paksa apalagi dipaksakan. Sistem ekonomi Islam termasuk sistem hukumnya berjalan sebanding dan sederajat dengan sistem ekonomi dan sistem hukum ekonomi Konvensional.
Dari sudut pandang kebutuhan masyarakat, kehadiran sistem ekonomi Islam di Indonesia juga disebabkan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Terbukti dengan keterlibatan aktif lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga ekonomi lain yang juga menerima kehadiran sistem ekonomi Syariah. Atau, paling sedikit berkenaan dengan hal-hal ekonomi dan keuangan tertentu, ada kemungkinan bersinergi antara lembaga ekonomi/keuangan Konvensional dengan lembaga ekonomi/keuangan Islam. Demikian juga dengan para pengguna jasa lembaga ekonmi dan atau keuangan Islam. Teramat banyak untuk disebutkan satu persatu nama-nama lembaga keuangan khususnya bank di samping lembaga-lembaga keuangan non bank lainnya yang secara aktif dan terencana justru membuka atau mendirikan lembaga-lembaga keuangan Syariah.
Di negara hukum Indonesia, kedudukan/posisi hukum ekonomi Islam sesungguhnya sangatlah kuat sebagaimana kedudukan/posisi hukum Islam secara umum dan keseluruhan. Demikian pula dengan signifikansi fungsi/peran hukum ekonomi Islam yang bisa digunakan, terutama dalam upaya menopang, melengkapi dan mengisi kekosongan hukum ekonomi sebagaimana urgensi peran dan fungsi hukum Islam secara umum dan keseluruhan dalam meopang, melengkapi dan atau mengisi kekosongan hukum nasional.
Kehadiran hukum ekonomi Islam dalam tata hukum Indonesia, dewasa ini sesngguhnya tidak lagi hanya sekedar karena tuntutan sejarah dan kependudukan (karena mayoritas beragama Islam) seperti anggapan sebagian orang/pihak; akan tetapi, lebih jauh dari itu, juga disebabkan kebutuhan masyarakat luas setelah diketahui dan dirasakan benar betapa adil dan meratanya sistem ekonomi Syariah dalam mengawal kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ekonomi Islam saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari maraknya lembaga-lembaga perekonomian baik bisnis maupun keuangan yang melaksanakan usahanya dengan berdasarkan syariat Islam. Beberapa lembaga tersebut antara lain bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah, dll.
Ekonomi Islam pun telah terbukti mampu memajukan perekonomian, sebagaimana telah dibuktikan pada kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu negara-negara barat sedang mengalami zaman kegelapan (dark ages). Zaman keemasan tersebut mengalami kemunduran seiring terjadinya distorsi dari syariah Islam yang nilai-nilainya sangat universal. Karena itu penggalian nilai-nilai dan metode serta cara mengelola perekonomian secara syariah menjadi penting adanya. Apalagi permintaan terhadap metode ini merupakan kebutuhan umat dan masyarakat.
Kehandalan perekonomian Islam juga telah terbukti di Indonesia, setidaknya pada saat terjadinya krisis moteter yang membawa pada krisis perekonomian dan multidimensional (1998), bank-bank syariah mampu survive dan terhindar dari krisis perbankan dan rekapitalisasi perbankan. Hal ini dikarenakan sistem syariah yang tidak memungkinkan adanya negative spread.
C.  Metodologi dan Aksioma Ekonomi Islam
Dalam pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional. Terminologi rasionalitas dibangun atas dasar kaidah-kaidah logika yang ada, dan oleh karenanya dapat diterima akal, maka hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari ekspresi rasionalitas. Dalam Islam secara umum dibangun atas dasar aksioma-aksioma yang diderivikasikan dari agama Islam. Dan aksioma dalam Islam
Aksioma-aksioma tersebut berlaku secara umum dan universal, beberapa di antaranya adalah:
1.    Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah
v  Maslahah yang lebih besar lebih disukai daripada yang lebih sedikit. Monotonicity maslahah yang lebih besar akan memberikan kebahagian yang lebih tinggi, karenanya lebih disukai daripada maslahah yang lebih kecil.
v Maslahah diupayakan terus meningkat sepanjang waktu. Quasi concavity  karena jika seseorang menderita sakit maka ia akan berusaha mengobati sakitnya tersebut
2.    Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran (non-wasting)
v  Mencapai suatu tujuan, maka diperlukan suatu pengorbanan. Namun, jika pengorbanan tersebut lebih besar dari hasil yang diharapkan, maka dapat dipastikan bahwa telah terjadi pemubaziran atas suatu sumber daya.
Perilaku mencegas wasting ini diinginkan setiap pelaku tidak ingin terjadi pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa konpensasi berupa hasil yang sebanding
3.    Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimumkan resiko (risk aversion).
Resiko adalah sesautu yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya menyebabkan menurunkan maslahah yang diterima. Resiko dibedakan :
v Resiko yang bernilai (worhed Risk), yaitu resiko (risk) dan hasil (return). Worthed jika dan hanya jika resiko yang dihadapi nilainya lebih kecil daripada hasil yang akan diperoleh.
v Resiko yang tak ternilai (unworthed Risk),  ketika nilai hasil yang diharapkan lebih kecil dari resiko yang ditanggung ataupun ketika risiko dan hasil tersebut tidak dapat diantisipasi dab dikalkulasi
4.    Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian.
Kemunculan risiko dalam banyak hal dapat diantisipasi melalui gejala yang ada. Gejala yang dimaksud di sini adalah adanya ketidakpastian (uncertainty) yang akan dapat menimbulkan resiko (dual dari resiko)
5.    Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan risiko.
Dalam kondisi ketidakpastian, setiap pelaku berusaha untuk mencari dan melengkapi informasi serta kemampuannya. Hal ini kemudian digunakan untuk mengkalkulasi apakah suatu risiko masuk dalam kategori worthed atau anworthed sehingga dapat  ditentukan keputusan apakah akan menghadapi resiko tersebut atau menghindarinya.
Aksioma-aksioma yang lain :
1.    Adanya kehidupan setelah mati.
2.    Kehidupan akhirat merupakan akhir pembalasan atas kehidupan di dunia.
3.    Sumber informasi yang sempurna hanyalah Alqur’an dan Sunnah.[2]





D.  Epistimologi dan Ontologi Ekonomi Islam

1.    Landasan ekonomi Islam ditinjau dari segi Epistimologi
Secara epistimologi, ekonomi berasal dari Oikonomia (Greek atau Yunani). Kata Oikonomia berasal dari dua kata Oikos yang berarti rumah tangga dan Nomos yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga.
Secara terminology, Samuelson merumuskan, “ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi”.
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi sebagaimana diatas, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam ikatan ini. Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari membelanjakan harta”.
Definisi yang disebutkan diatas oleh Yusuf Halim al-‘Alim menunjukkan bahwa fokus kajian ekonomi Islam adalah mepelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Qiyas dan Ijma’ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah SWT.

2.    Landasan Ekonomi Islam Ditinjau dari Segi Ontologi
Ekonomi konvensional jika dilihat dari aspek Ontologi, mereka menggunakan landasan positivisme yang berdasarkan pasa pengalaman dan kajian empiris (nyata/fakta), dan tidak percaya pada petunjuk Tuhan (sekuler).
Dengan demikian, dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendorong untuk melakukan kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya utuk kepentingan pribadi (self-interest). Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak Allah SWT, yaitu : dalam rangka mengabdi dan mencari ridha Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Para pakar ekonomi Islam (seperti Masudul Alam Choudoury, M Fahim Khan, Monzer Khaf, M. Abdul Mannan, dan lain-lain) telah merumuskan metodologi ekonomi Islam secara berbeda, tetapi dapat ditarik garis persamaan bahwa semunya bermuara pada ajaran Islam.Metodologi Ekonomi Islam, dapat diringkaskan sebagai berikut :
v Ekonomi Islam dibentuk berdasarkan pada sumber-sumber wahyu, yaitu al-Quran dan al-Sunnah.
v Metodologi ekonomi Islam lebih mengutamakan penggunaan metode induktif.
v Ilmu Usul tetap mengikat bagi metodologi ilmu ekonomi Islam.
v Penggunaan metode ilmiah konvensional atau metodologi lainnya dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
v Ekonomi Islam dibangun di atas nilai dan etika luhur yang berdasarkan Syariat Islam, seperti nilai keadilan, sederhana, dermawan, suka berkorban dan lain-lain.
v Kajian ekonomi Islam bersifat normatif dan positif.
v Tujuan utama ekonomi Islam adalah mencapai falah di dunia dan akhirat.
v Pada dasarnya metodologi yang bersumber dari metode ilmiah memiliki peluang untuk menghasilkan kesimpulan yang sama dengan yang bersumber dari ilmu usul. Ilmu usul untuk ayat qauliyah dan metode ilmiah untuk ayat kauniyah.
Di negara hukum Indonesia, kedudukan/posisi hukum ekonomi Islam sesungguhnya sangatlah kuat sebagaimana kedudukan/posisi hukum Islam secara umum dan keseluruhan. Demikian pula dengan signifikansi fungsi/peran hukum ekonomi Islam yang bisa digunakan, terutama dalam upaya menopang, melengkapi dan mengisi kekosongan hukum ekonomi sebagaimana urgensi peran dan fungsi hukum Islam secara umum dan keseluruhan dalam meopang, melengkapi dan atau mengisi kekosongan hukum nasional
Dalam pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional. Terminologi rasionalitas dibangun atas dasar kaidah-kaidah logika yang ada, dan oleh karenanya dapat diterima akal, maka hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari ekspresi rasionalitas. Dalam Islam secara umum dibangun atas dasar aksioma-aksioma yang diderivikasikan dari agama Islam.
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi secara epistimologi, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam ikatan ini. Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari membelanjakan harta”.
Dalam ilmu ekonomi secara ontologi, ekonomi konvensional yang mendorong untuk melakukan kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya utuk kepentingan pribadi (self-interest). Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak Allah SWT, yaitu : dalam rangka mengabdi dan mencari ridha Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA
 “Konsep Rasionality Dalam Ekonomi Islam”. https://souvenirkhasindonesia. wordpress.com/2013/03/25/konsep-rasionality-dalam-ekonomi-konvensional-ekonomi-islam/  (25 Maret 2013).


[2]“Konsep Rasionality Dalam Ekonomi Islam”. https://souvenirkhasindonesia. wordpress.com/2013/03/25/konsep-rasionality-dalam-ekonomi-konvensional-ekonomi-islam/  (25 Maret 2013).

No comments:

Post a Comment