BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang,
menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan ekonomi dengan cara-cara
Islami (cara-cara yg didasarkan atas ajaran Islam yaitu berlandaskan Al
Quran dan Sunah Nabi).
Ekonomi Islam pada dasarnya
mengedepankan pendekatan integratif antara normative economics dan positif
economics.
Islam menempatkan nilai yang
tercermin dalam etika pada posisi yang lebih tinggi, jadi etika harus menjadi
kerangka awal dalam ilmu ekonomi (etika lah yg harus menguasai ekonomi, bukan
sebaiknya).
Kaidah umum dan universal, sesuai
dengan universalitas islam dalam konsep ekonomi Islam adalah setiap pelaku
ekonomi harus :
a.
bertujuan untuk mendapatkan mashlahah.
b.
tidak melakukan kemubaziran.
c.
Berusaha meminimize resiko.
d.
Dihadapkan pada ketidak pastian.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar metodologi ekonomi islam ?
2. Bagaimana
posisi dan perkembangan metodologi ekonomi islam ?
3. Apa
saja aksioma-aksioma ekonomi islam
4.
Bagaimana
landasan ekonomi islam ditinjau dari segi epistimologi dan ontologi ?
BABA II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Metodologi Ekonomi Islam
Para pakar
ekonomi Islam (seperti Masudul Alam Choudoury, M Fahim Khan, Monzer Khaf, M. Abdul
Mannan, dan lain-lain) telah merumuskan metodologi ekonomi Islam secara
berbeda, tetapi dapat ditarik garis persamaan bahwa semunya bermuara pada
ajaran Islam.Metodologi Ekonomi Islam, dapat diringkaskan sebagai berikut :
1.
Ekonomi Islam dibentuk berdasarkan
pada sumber-sumber wahyu, yaitu al-Quran dan al-Sunnah. Penafsiran terhadap dua
sumber tersebut mestilah mengikuti garis panduan yang telah ditetapkan oleh
para ulama muktabar, bukan secara membabi buta dan ngawur.
2.
Metodologi ekonomi Islam lebih mengutamakan
penggunaan metode induktif.
3.
Ilmu Usul tetap mengikat bagi
metodologi ilmu ekonomi Islam. Walaupun begitu pemikiran kritis dan evaluatif
terhadap ilmu usul sangat diperlukan karena pada dasarnya ilmu usul adalah
produk pemikrian manusia.
4.
Penggunaan metode ilmiah
konvensional atau metodologi lainnya dapat dibenarkan sepanjang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
5.
Ekonomi Islam dibangun di atas nilai
dan etika luhur yang berdasarkan Syariat Islam, seperti nilai keadilan,
sederhana, dermawan, suka berkorban dan lain-lain.
6.
Kajian ekonomi Islam bersifat
normatif dan positif.
7.
Tujuan utama ekonomi Islam adalah
mencapai falah di dunia dan akhirat.
8.
Pada dasarnya metodologi yang
bersumber dari metode ilmiah memiliki peluang untuk menghasilkan kesimpulan yang
sama dengan yang bersumber dari ilmu usul. Ilmu usul untuk ayat qauliyah dan
metode ilmiah untuk ayat kauniyah.[1]
B. Posisi Dan Perkembangan Metodologi Ekonomi Islam
Dari
sisi komunitas yang mendiami NKRI, bagian terbesarnya adalah pemeluk agama
Islam. Atas dasar ini maka sungguh merupakan kewajaran bila hukum sebuah negara
dipengaruhi oleh hukum agama yang dianut oleh bagian terbesar penduduknya.
Pemberlakuan hukum ekonomi Islam di Indonesia sama sekali tidak terkait dengan
apa yang lazim dikenal dengan sebutan “diktator mayoritas” dan atau “tirani
minoritas.” Alasannya, karena penerapan hukum ekonomi Islam tidak dilakukan
secara paksa apalagi dipaksakan. Sistem ekonomi Islam termasuk sistem hukumnya
berjalan sebanding dan sederajat dengan sistem ekonomi dan sistem hukum ekonomi
Konvensional.
Dari sudut pandang kebutuhan masyarakat, kehadiran sistem ekonomi Islam di Indonesia juga disebabkan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Terbukti dengan keterlibatan aktif lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga ekonomi lain yang juga menerima kehadiran sistem ekonomi Syariah. Atau, paling sedikit berkenaan dengan hal-hal ekonomi dan keuangan tertentu, ada kemungkinan bersinergi antara lembaga ekonomi/keuangan Konvensional dengan lembaga ekonomi/keuangan Islam. Demikian juga dengan para pengguna jasa lembaga ekonmi dan atau keuangan Islam. Teramat banyak untuk disebutkan satu persatu nama-nama lembaga keuangan khususnya bank di samping lembaga-lembaga keuangan non bank lainnya yang secara aktif dan terencana justru membuka atau mendirikan lembaga-lembaga keuangan Syariah.
Di negara hukum Indonesia, kedudukan/posisi hukum ekonomi Islam sesungguhnya sangatlah kuat sebagaimana kedudukan/posisi hukum Islam secara umum dan keseluruhan. Demikian pula dengan signifikansi fungsi/peran hukum ekonomi Islam yang bisa digunakan, terutama dalam upaya menopang, melengkapi dan mengisi kekosongan hukum ekonomi sebagaimana urgensi peran dan fungsi hukum Islam secara umum dan keseluruhan dalam meopang, melengkapi dan atau mengisi kekosongan hukum nasional.
Kehadiran hukum ekonomi Islam dalam tata hukum Indonesia, dewasa ini sesngguhnya tidak lagi hanya sekedar karena tuntutan sejarah dan kependudukan (karena mayoritas beragama Islam) seperti anggapan sebagian orang/pihak; akan tetapi, lebih jauh dari itu, juga disebabkan kebutuhan masyarakat luas setelah diketahui dan dirasakan benar betapa adil dan meratanya sistem ekonomi Syariah dalam mengawal kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari sudut pandang kebutuhan masyarakat, kehadiran sistem ekonomi Islam di Indonesia juga disebabkan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Terbukti dengan keterlibatan aktif lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga ekonomi lain yang juga menerima kehadiran sistem ekonomi Syariah. Atau, paling sedikit berkenaan dengan hal-hal ekonomi dan keuangan tertentu, ada kemungkinan bersinergi antara lembaga ekonomi/keuangan Konvensional dengan lembaga ekonomi/keuangan Islam. Demikian juga dengan para pengguna jasa lembaga ekonmi dan atau keuangan Islam. Teramat banyak untuk disebutkan satu persatu nama-nama lembaga keuangan khususnya bank di samping lembaga-lembaga keuangan non bank lainnya yang secara aktif dan terencana justru membuka atau mendirikan lembaga-lembaga keuangan Syariah.
Di negara hukum Indonesia, kedudukan/posisi hukum ekonomi Islam sesungguhnya sangatlah kuat sebagaimana kedudukan/posisi hukum Islam secara umum dan keseluruhan. Demikian pula dengan signifikansi fungsi/peran hukum ekonomi Islam yang bisa digunakan, terutama dalam upaya menopang, melengkapi dan mengisi kekosongan hukum ekonomi sebagaimana urgensi peran dan fungsi hukum Islam secara umum dan keseluruhan dalam meopang, melengkapi dan atau mengisi kekosongan hukum nasional.
Kehadiran hukum ekonomi Islam dalam tata hukum Indonesia, dewasa ini sesngguhnya tidak lagi hanya sekedar karena tuntutan sejarah dan kependudukan (karena mayoritas beragama Islam) seperti anggapan sebagian orang/pihak; akan tetapi, lebih jauh dari itu, juga disebabkan kebutuhan masyarakat luas setelah diketahui dan dirasakan benar betapa adil dan meratanya sistem ekonomi Syariah dalam mengawal kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ekonomi Islam saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat
dari maraknya lembaga-lembaga perekonomian baik bisnis maupun keuangan yang
melaksanakan usahanya dengan berdasarkan syariat Islam. Beberapa lembaga
tersebut antara lain bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah, dll.
Ekonomi Islam pun telah terbukti mampu memajukan perekonomian, sebagaimana
telah dibuktikan pada kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu negara-negara
barat sedang mengalami zaman kegelapan (dark ages). Zaman
keemasan tersebut mengalami kemunduran seiring terjadinya
distorsi dari syariah Islam yang nilai-nilainya sangat universal. Karena itu
penggalian nilai-nilai dan metode serta cara mengelola perekonomian secara
syariah menjadi penting adanya. Apalagi permintaan terhadap metode ini
merupakan kebutuhan umat dan masyarakat.
Kehandalan perekonomian Islam juga telah terbukti di Indonesia, setidaknya
pada saat terjadinya krisis moteter yang membawa pada krisis perekonomian dan
multidimensional
(1998), bank-bank syariah mampu survive
dan terhindar dari krisis perbankan dan rekapitalisasi
perbankan. Hal
ini dikarenakan sistem syariah yang tidak memungkinkan adanya negative spread.
C. Metodologi dan Aksioma Ekonomi Islam
Dalam
pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir, bertindak dan
bersikap secara rasional. Terminologi rasionalitas dibangun atas dasar
kaidah-kaidah logika yang ada, dan oleh karenanya dapat diterima akal, maka hal
ini dapat dianggap sebagai bagian dari ekspresi rasionalitas. Dalam Islam secara
umum dibangun atas dasar aksioma-aksioma yang diderivikasikan dari agama Islam.
Dan aksioma dalam Islam
Aksioma-aksioma
tersebut berlaku secara umum dan universal, beberapa di antaranya adalah:
1. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah
v
Maslahah yang lebih besar
lebih disukai daripada yang lebih sedikit. Monotonicity maslahah yang lebih
besar akan memberikan kebahagian yang lebih tinggi, karenanya lebih disukai
daripada maslahah yang lebih kecil.
v
Maslahah diupayakan terus meningkat sepanjang
waktu. Quasi concavity karena jika seseorang menderita sakit maka ia akan
berusaha mengobati sakitnya tersebut
2. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran
(non-wasting)
v
Mencapai
suatu tujuan, maka diperlukan suatu pengorbanan. Namun, jika pengorbanan
tersebut lebih besar dari hasil yang diharapkan, maka dapat dipastikan bahwa
telah terjadi pemubaziran atas suatu sumber daya.
Perilaku mencegas wasting ini diinginkan setiap pelaku tidak ingin terjadi pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa konpensasi berupa hasil yang sebanding
Perilaku mencegas wasting ini diinginkan setiap pelaku tidak ingin terjadi pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa konpensasi berupa hasil yang sebanding
3. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimumkan resiko (risk
aversion).
Resiko
adalah sesautu yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya menyebabkan
menurunkan maslahah yang diterima. Resiko dibedakan :
v
Resiko yang bernilai (worhed Risk),
yaitu resiko (risk) dan hasil (return). Worthed jika dan hanya jika resiko yang
dihadapi nilainya lebih kecil daripada hasil yang akan diperoleh.
v
Resiko yang tak ternilai (unworthed
Risk), ketika nilai hasil yang diharapkan lebih kecil dari resiko yang
ditanggung ataupun ketika risiko dan hasil tersebut tidak dapat diantisipasi
dab dikalkulasi
4. Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian.
Kemunculan
risiko dalam banyak hal dapat diantisipasi melalui gejala yang ada. Gejala yang
dimaksud di sini adalah adanya ketidakpastian (uncertainty) yang akan dapat
menimbulkan resiko (dual dari resiko)
5. Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan
risiko.
Dalam kondisi
ketidakpastian, setiap pelaku berusaha untuk mencari dan melengkapi informasi
serta kemampuannya. Hal ini kemudian digunakan untuk mengkalkulasi apakah suatu
risiko masuk dalam kategori worthed atau anworthed sehingga dapat
ditentukan keputusan apakah akan menghadapi resiko tersebut atau
menghindarinya.
Aksioma-aksioma yang lain :
1.
Adanya kehidupan setelah mati.
2.
Kehidupan akhirat merupakan akhir
pembalasan atas kehidupan di dunia.
3.
Sumber informasi yang sempurna
hanyalah Alqur’an dan Sunnah.[2]
D. Epistimologi dan Ontologi Ekonomi Islam
1.
Landasan
ekonomi Islam ditinjau dari segi Epistimologi
Secara
epistimologi, ekonomi berasal dari Oikonomia
(Greek atau Yunani). Kata Oikonomia berasal
dari dua kata Oikos yang berarti
rumah tangga dan Nomos yang berarti
aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga.
Secara
terminology, Samuelson merumuskan, “ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian
tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber
prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta
mendistribusikannya untuk dikonsumsi”.
Berdasarkan
ruang lingkup ekonomi sebagaimana diatas, maka Islam sebagai sebuah agama yang
mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam
ikatan ini. Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai
“Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang
terperinci terkait dengan mencari membelanjakan harta”.
Definisi
yang disebutkan diatas oleh Yusuf Halim al-‘Alim menunjukkan bahwa fokus kajian
ekonomi Islam adalah mepelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai
dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Qiyas dan Ijma’ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
untuk mencari ridha Allah SWT.
2. Landasan Ekonomi Islam Ditinjau
dari Segi Ontologi
Ekonomi
konvensional jika dilihat dari aspek Ontologi, mereka menggunakan landasan
positivisme yang berdasarkan pasa pengalaman dan kajian empiris (nyata/fakta),
dan tidak percaya pada petunjuk Tuhan (sekuler).
Dengan
demikian, dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendorong untuk melakukan
kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya utuk kepentingan pribadi (self-interest).
Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak Allah SWT, yaitu :
dalam rangka mengabdi dan mencari ridha Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Para pakar
ekonomi Islam (seperti Masudul Alam Choudoury, M Fahim Khan, Monzer Khaf, M.
Abdul Mannan, dan lain-lain) telah merumuskan metodologi ekonomi Islam secara
berbeda, tetapi dapat ditarik garis persamaan bahwa semunya bermuara pada
ajaran Islam.Metodologi Ekonomi Islam, dapat diringkaskan sebagai berikut :
v Ekonomi
Islam dibentuk berdasarkan pada sumber-sumber wahyu, yaitu al-Quran dan
al-Sunnah.
v Metodologi
ekonomi Islam lebih mengutamakan penggunaan metode induktif.
v Ilmu Usul
tetap mengikat bagi metodologi ilmu ekonomi Islam.
v Penggunaan
metode ilmiah konvensional atau metodologi lainnya dapat dibenarkan sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
v Ekonomi
Islam dibangun di atas nilai dan etika luhur yang berdasarkan Syariat Islam,
seperti nilai keadilan, sederhana, dermawan, suka berkorban dan lain-lain.
v Kajian
ekonomi Islam bersifat normatif dan positif.
v Tujuan utama
ekonomi Islam adalah mencapai falah di dunia dan akhirat.
v Pada
dasarnya metodologi yang bersumber dari metode ilmiah memiliki peluang untuk
menghasilkan kesimpulan yang sama dengan yang bersumber dari ilmu usul. Ilmu
usul untuk ayat qauliyah dan metode ilmiah untuk ayat kauniyah.
Di negara hukum Indonesia, kedudukan/posisi hukum
ekonomi Islam sesungguhnya sangatlah kuat sebagaimana kedudukan/posisi hukum
Islam secara umum dan keseluruhan. Demikian pula dengan signifikansi
fungsi/peran hukum ekonomi Islam yang bisa digunakan, terutama dalam upaya
menopang, melengkapi dan mengisi kekosongan hukum ekonomi sebagaimana urgensi
peran dan fungsi hukum Islam secara umum dan keseluruhan dalam meopang,
melengkapi dan atau mengisi kekosongan hukum nasional
Dalam pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir,
bertindak dan bersikap secara rasional. Terminologi rasionalitas dibangun atas
dasar kaidah-kaidah logika yang ada, dan oleh karenanya dapat diterima
akal, maka
hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari ekspresi rasionalitas. Dalam Islam
secara umum dibangun atas dasar aksioma-aksioma yang diderivikasikan dari agama
Islam.
Berdasarkan
ruang lingkup ekonomi secara epistimologi, maka Islam sebagai sebuah agama yang
mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi.
Dalam ikatan ini. Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam
sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari membelanjakan harta”.
Dalam
ilmu ekonomi secara ontologi, ekonomi konvensional yang mendorong untuk
melakukan kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya utuk kepentingan pribadi
(self-interest). Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak
Allah SWT, yaitu : dalam rangka mengabdi dan mencari ridha Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
“Metodologi Ekonomi Islam ” http://alimismail.students.uii.ac.id/2014/12/06
/metodologi-ekonomi-islam/ (6 Desember 2014).
“Konsep Rasionality Dalam Ekonomi Islam”. https://souvenirkhasindonesia. wordpress.com/2013/03/25/konsep-rasionality-dalam-ekonomi-konvensional-ekonomi-islam/ (25 Maret 2013).
[1] “Metodologi
Ekonomi Islam ” http://alimismail.students.uii.ac.id/2014/12/06
/metodologi-ekonomi-islam/ (6 Desember 2014).
[2]“Konsep
Rasionality Dalam Ekonomi Islam”. https://souvenirkhasindonesia.
wordpress.com/2013/03/25/konsep-rasionality-dalam-ekonomi-konvensional-ekonomi-islam/ (25 Maret 2013).
No comments:
Post a Comment