BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting bagi
umat Islam, karena diutusnya Rasulullah saw di muka bumi ini tidak lain adalah
untuk menyempurnakan umatnya, dan salah satu akhlak yang terbaik adalah akhlak
Rasulullah, karena Al Qur’an adalah salah satu cerminan akhlak Rasulullah saw.
Jadi kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan untuk berakhlak sesuai apa yang
di contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta generasi penerusnya,
berdasarkan pemahaman yang lurus/ benar. Baik di lingkungna masyarakat,
keluarga, dan kampus. Mengingat dewasa ini telah terjadi degradasi/menurunnya
moral umat manusia yang sepertinya tidak enggan lagi melakukan perbuatan/
perilaku dan penampilan yang tidak mencerminkan akhlak terpuji, khususnya
akhlak di kampus. Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman-pemahaman akhlak di
kampus menurut agama, etika, dan budaya yang bertujuan untuk membentengi atau
langkah pencegahan mahasiswa/ mahasiswi Islam agar tidak melakukan
perbuatan-perbuatan atau penampilan yang
tidak mencerminkan akhlakul karimah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana akhlak kepada guru atau dosen menurut Agama ?
2.
Bagaimana akhlak kepada guru atau dosen menurut etika ?
C.
Tujuan
Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini adalah, untuk memenuhi tugas Aqidah Akhlak, selain itu juga
untuk menambah wawasan penulis serta pembaca lebih mendalam lagi tentang bagaimana
akhlak kepada guru atau dosen menurut agama dan etika.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Secara etimologi kata akhlak berasal
dari bahasa Arab Akhlaq(اَخْلَقْ) atau Khuluq (خُلُق). Kata Khuluq mempunyai
bermacam-macam arti, tergantung pada mashdar yang digunakan. Dalam bahasan kali
ini diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Oleh
karena itu, Al khuluq itu sifatnya
diciptakan oleh si pelaku itu sendiri, dan ini bisa bernilai baik (ahsan) dan buruk (qabih) tergantung pada sifat perbuatan itu. Kemudian Al Khuluq itu bisa dianggap baik dengan
syarat memenuhi aturan-aturan agama. Sifat Al
Khuluq itu tidak hanya mengacu pada pola hubungan kepada Allah, namun juga
mengacu pada pola hubungan dengan sesama manusia serta makhluk lainnya.
Sedangkan pengertian akhlak secara
terminologi (istilah) adalah suatu sifat yag tertanam dalam jiwa yang dari
padanya tergantung perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Ahlak merupakan manifestasi iman, Islam,
dan Ihsan yag merupakan refleksi sifat dan jiwa secara spontan yang terpola
pada diri seseorang sehingga dapat melahirkan perilaku secara konsisten dan
tidak tergantung pada pertimbangan berdasar interes tertentu.
B.
Akhlak Kepada Guru atau dosen
Menurut Agama
Guru adalah orang tua kedua, yaitu
orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang
diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi
kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah
tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Di antara akhlaq kepada guru yaitu :
Ø Memuliakan, tidak menghina atau
mencaci-maki guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
· لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ
كَبِيرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Tidak termasuk
golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak
menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
Ø Datang ke tempat belajar dengan ikhlas
dan penuh semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
· مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ
فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan baginya dengannya
jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu
Majah )
Ø Datang ke tempat belajar dengan
penampilan yang rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
· إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ
الْجَمَالَ
“Sesungguhnya
Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim )
Ø Diam memperhatikan ketika guru
sedang menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
· وَ سَكَتَ النَّاسُ كَأَنَّ عَلَى
رُءُوسِهِمْ الطَّيْرَ
“Orang-orang
pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )
Ø Bertanya kepada guru bila ada
sesuatu yang belum dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :
· فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Bertanyalah
kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43
dan Al-Anbiya’ : 7 )
Rosululloh saw bersabda :
· أَلاَ سَأَلُوْا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا
فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah
obat dari ketidaktahuan adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )
Ø Dan menghindari
pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolok-olok atau yang
dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh berfirman :
· يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ
تَسْأَلُوْا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan
sesuatu yang bila dijawab niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah :
101 )
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
· إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ
جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ
مَسْأَلَتِهِ
“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah
orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas menjadi
diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )
Ø Ketika bertanya mestinya dilakukan
dengan cara dan bahasa yang bagus.
Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus
menunjukkan separuh dari kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam
Al-Jami’ )
Ø Menegur guru bila melakukan
kesalahan dengan cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
· الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ , قُلْنَا :
لِمَنْ ؟ قَالَ لِلَّهِ وَ لِكِتَابِهِ وَ لِرَسُولِهِ وَ لأَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِينَ وَ عَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk
siapa ?” Beliau menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya,
mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk orang-orang
umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dll )
Ingatlah,bahwasannya guru ketika
mendidik kamu sangat sulit diantaranya : Mendidik akhlak kalian, mengajarkan
ilmu yang bermanfaat dan memberikan nasihat yang baik, kesemuanya itu agar kamu
bahagia seperti orang tua membahagiakan anaknya dan mengharapkan masa depan
kalian berpendidikan.
Kemudian apabila kamu ingin
menyenangkan guru kamu maka tetapkanlah kewajibanmu diantaranya :
1. Untuk hadir setiap hari dan jangan
sampai terlambat kecuali ada alasan yang membenarkan
2. Dahulukan masuk ke kelas.
3. Faham dalam segala pelajaran.
4. Menghafalkan dan menela’ah atau
mempelajari kembali pelajaran.
5. Menjaga kebersihan di buku kalian
dan diperalatan sekolah kalian.
6. Patuh terhadap perintah guru.
7. Jangan sampai marah ketika gurumu
mendidik kalian karena mendidik kamu suatu kewajiban dan hendaklah bersyukur
dan tidak sombong.
8. Mendo’akannya.
C.
Akhlak Kepada Guru atau Dosen Menurut
Etika
Murid adalah orang yang sedang
belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan
kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah
diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau
etika yang benar terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid terhadap
guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Seorang murid hendaklah hormat
kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi
salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau berjumpa dengan
beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang
gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki derajat
kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari
beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui
dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap
sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan
sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan diri, hormat sambil mendengarkan,
memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya. Jangan duduk
sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.
7. Seorang murid hendaklah ketika
mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan pakaian yang bersih.
8. Seorang murid hendaklah jangan
banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
9. Seorang murid hendaklah jangan
bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan menampakkan kepandaian kepada guru.
10. Seorang murid hendaklah jangan
bersenda gurau di hadapan guru
11. Seorang murid hendaknya tidak banyak
bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna.
12. Seorang murid hendaklah tidak
bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.
13. Seorang murid hendaklah tidak
menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak berguna.
14. Seorang murid hendaklah tidak
mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
15. Ketika guru sedang memberi
penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya. Kalaupun
ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu hingga beliau selesai
berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan disampaikan
dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
16. Apabila ingin menghadap atau bertemu
untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi terlebih dahulu
kepada guru dengan menelphon atau mengirim pesan, untuk memastikan
kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
17. Murid haruslah berkata jujur apabila
guru menanyakan suatu hal kepadanya.
18. Seorang murid hendaklah menyempatkan
diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk
rasa saying kita terhadap beliau.
19. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi
oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu mengingat
jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka.
20. Jangan sekali-kali berprasangka
jelek terhadap guru mengenai tindakannya yang kelihatan mungkar menurut
pandangan murid atau mahasiswa. Sebab guru atau dosen lebih mengetahui
rahasia-rahasia yang terkandung dalam tindakannya tersebut. Jika murid atau
mahasiswa mengetahui hal yang seperti itu, lebih baik mengingatkannya dengan
jalan seperti yang telah ditempuh oleh Nabi Musa a.s. sewaktu mengingatkan Nabi
Khidhr, yaitu sebagaimana yang tersebut dalam Q.S. Al-Kahfi : 71, yang
berbunyi:
Artinya: “Maka
berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu
menenggelamkan penumpangnya?’ Sesungguhnya kamu Telah berbuat sesuatu kesalahan
yang besar.”
Bagaimanapun juga guru merupakan
orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah. Mereka adalah orang
tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaimana kita menghormati
orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati guru kita.
Sebagaimana disyiratkan dalam sabda
Rasulullah SAW :
“Tidak termasuk umatku orang yang
tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak mengasihi orang yang
lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.”
(HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian ilmu,
pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan) ketenangan, kehormatan,
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut ilmu darinya.” (HR.
Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)
1.
Kedudukan Guru
“Bapak Guru lebih mulia dari bapak
kandung“. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi jasmani yang bersifat
material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang bersifat
spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau
Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal sholih,
mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka dalam
menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat
dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka
Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut,
maka kita diperintahkan untuk menghormati para Ulama, meski bukan Guru kita.
Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah kenabian,
yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah
yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya tersebut
sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
2.
Kedudukan Murid
Sabda Nabi Muhammad SAW :
Perhatikanlah perkataan orang yang
wajib ditaati antara Ulil Amri kamu dan taatilah perintah mereka meski yang
menjadi Ulil Amri itu seorang budak sahaya asal Habsyi. (HR. Bukhori)
Ulil Amri itu adalah kepala pimpinan
urusan, termasuk Guru, suami, Pemerintah.
Guru termasuk ulil amri karena
mereka adalah pengganti ibu bapak yang mengasuh kita dalam pengajaran dan
pendidikan yang sangat menentukan garis-garis kehidupan kita yang akan datang.
Nabi SAW. bersabda, yang artinya:
“barangsiapa menghormati guru
berarti ia menghormati Tuhannya.” (HR. Abu al-Hasan al-Mawardi).
Sebab, Tuhan menyampaikan ilmu
kepada manusia lewat Nabi dan Rasul yang kemudian digantikan oleh ulama; dan
guru. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim disebutkan sebagai berikut: “para pelajar
tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat, bila tidak menghormati ilmu dan
memuliakan gurunya.”
3.
Hak Murid dan Guru
Dalam agama kita bukan hanya murid
saja yang diperintahkan untuk menghormati Gurunya, tetapi guru juga diharuskan
menghargai sang murid, baik itu pendapatnya maupun pribadinya, karena Nabi SAW
bersabda yang artinya :
“Hargailah orang-orang yang kamu
ajar. (HR. Abul Hasan al-Mawardi)
Maksud hadist ini adalah agar sang
murid memperoleh perlakuan yang baik, wajar dari guru/ ustadz secara adil dan
mengandung pendidikan tanpa pandang bulu, atau memendang siapa orang tuanya,
anak siapa dia, golongan apa orang tuanya, ada hubungan apa dengannya suku atau
bangsa mana dia.
Guru adalah teladan bagi
murid-muridnya, sehingga apabila sekalipun bersifat acuh tak acuh, bersikap
angkuh, dan sinis atau cengis, sungguh itu akan melahirkan sifat dendam dan
kebencian yang terpendam dijiwa murid-muridnya.
Syarat pertama kesuksesan guru
mendidik anak muridnya ialah menanamkan kepercayaan dan rasa cinta serta
simpatiknya, maka sekali-kali jangan mengharap remeh terhadap murid.
4.
Murka Terhadap Guru
Dalam sebuah hadist riwayat
al-Baihaqi Nabi SAW bersabda :
“Siapa yang merendahkan
gurunya, akan ditimpakan Allah kepada-Nya tiga bala : 1. Sempit rezekinya; 2.
Hilang manfaat ilmunya; 3. Keluar dari dunia ini tanpa iman (wafat).
Dari hadist ini, kita dilarang
meringan ringankan guru, apalagi menghina, mencela atau menyakiti, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Walaupun guru sekarang berputar
jadi murid kita, sebab walau bagaimanapun ‘Alimnya atau pandainya kita
sekarang, namun Guru juga sebagai ayah dari sebagaian ‘Ilmu kita. Sebab, gurulah
pada waktu silam yang membekali dan menuntun kita saat kita masih buta dengan
ilmu pengetahuan, mereka orang pertama yang mengajari kita dalam mengatur cara
berfikir, berpakaian dan lain-lain. Oleh karena itu, celakahlah orang yang
tidak menginsyafi budi baik gurunya dan lupa pada jasa-jasa mereka dari kecil
hingga kita dewasa. Bahkan dari dunia hingga keakhirat kelak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Guru adalah orang tua kedua, yaitu
orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang
diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi
kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah
tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Di antara akhlaq kepada guru yaitu :
Ø Memuliakan, tidak menghina atau
mencaci-maki guru.
Ø
Datang ke tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat.
Ø Datang ke tempat belajar dengan
penampilan yang rapi
Ø
Diam memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan.
Ø
Bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia
mengerti dengan cara baik.
Ø Dan menghindari
pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolok-olok atau yang
dilatarbelakangi oleh niat yang buruk.
Beberapa contoh etika murid terhadap
guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
v Seorang murid hendaklah hormat
kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
v Seorang murid hendaklah memberi
salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau berjumpa dengan
beliau.
v Seorang murid hendaklah memandang
gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki derajat
kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari
beliau.
v Seorang murid hendaklah mengetahui
dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan tidak melupakan jasanya.
v Seorang murid hendaklah bersikap
sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar dan keras.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau
Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal sholih,
mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka dalam
menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat
dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Dalam agama kita bukan hanya murid
saja yang diperintahkan untuk menghormati Gurunya, tetapi guru juga diharuskan
menghargai sang murid, baik itu pendapatnya maupun pribadinya.
Syarat pertama kesuksesan guru
mendidik anak muridnya ialah menanamkan kepercayaan dan rasa cinta serta
simpatiknya, maka sekali-kali jangan mengharap remeh terhadap murid
B.
Saran
Bagaimanapun
juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah.
Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaimana
kita menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati
guru kita. Menghargai mereka dan tidak melupakan jasa-jasa yang mereka berikan
kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abarokah, Nazzahao. “Akhlak terhadap orang tua dan
guru”, Blog Nazzahao Abaroka. Nazzhao Abarokah http://abarokah51.blogspot.co.id/2012/11/
akhlak-terhadap-orang-tua-dan-guru_439.html (1
November 2012).
“Adab Seorang Murid Terhadap Guru”. http://cahmanistenan.blogspot .co.id/2012/04/adab-seorang-murid-terhadap-guru.html
(April 2012).
No comments:
Post a Comment