PERILAKU KONSUMEN, TEORI NILAI GUNA (UTILITY)
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
NENENG HARDIAH (90400114081)
ROSDIANA (90400114090)
NURISMI. P SYAHBANI (90400114100)
JUMIATI (90400114112)
A. NURAILKA (90400114123)
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN ALAUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada suatu tujuan. Dengan kata
lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu.
Konsumen adalah individu yang mengkonsumsi barang dan jasa. Dalam
melakukan kegiatan konsumsi konsumen berperilaku macam-macam. Namun, pada
intinya konsumen ingin memaksimalkan kepuasan dengan sejumlah pendapatan yang
dimilikinya.
Seperti yang kita ketahui bahwa semakin tinggi harga suatu barang,
semakin sedikit permintaan terhadap
barang tersebut. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, semakin
banyak permintaan terhadap barang tersebut.
Pada makalah ini akan dibahas tentang teori ekonomi yang
mempelajari tentang kepuasan yang diterima seseorang dari mengkonsumsi suatu
barang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja pembahasan teori perilaku konsumen ?
2.
Apa
saja pembahasan teori nilai guna (utility) ?
3.
Apa
yang dimaksud dengan hipotesis utama teori nilai guna ?
4.
Bagaimanakah
cara dan apa syarat untuk memaksimumkan nilai guna ?
5.
Fator-faktor
apa sajakah yang menyebabkan permintaan suatu barang berubah apabila harga
barang itu mengalami perubahan ?
6.
Bagaimanakah
teori nilai guna menjelaskan tentang surplus konsumen?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah, untuk memenuhi tugas Ekonomi
Mikro, juga untuk menambah wawasan penulis serta pembaca tentang perilaku
konsumen dan teori nlai guna (teori utility).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Perilaku Konsumen
Teori perilaku konsumen adalah teori yang mempelajari tentang proses
dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan,
pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi
kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari
konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah
(low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah,
sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses
pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Dengan demikian, perilaku konsumen ini didasarkan pada teori
perilaku konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang
diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan
tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.[1]
Teori perilaku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan
: pendekatan nilai guna kardianal (marginal utility) dan pendekatan nilai
guna ordinal (indifference curve). Dalam pendekatan nilai guna kardinal,
yaitu mengenai manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari
mengonsumsi barang dapat dinyatakan secara kuantitatif, dengan anggapan bahwa
konsumen akan memaksimumkan kepuasan yang dapat dicapainya. Dalam pendekatan
nilai guna Ordinal, yaitu manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat
dari mengonsumsi barang-barang tidak dikuantifikasi atau tidak dapat dinyatakan
secara kuantitatif sehingga perilaku konsumen dalam memilih barang yang akan
memaksimumkan kepuasan ditunjukkan dalam kurva kepuasan sama, yaitu
kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberi nilai guna
(kepuasan) yang sama.
B.
Teori
Nilai Guna (Utility)
Teori nilai guna yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang
tertentu. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna.
Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna semakin
rendah pula.
Dalam teori nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian :
1.
Nilai
guna total
Dapat
diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan
sejumlah barang tertentu.
2.
Nilai
guna marjinal
Nilai
guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat
dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Untuk
melihat dengan lebih jelas perbedaan kedua pengertian tersebut perhatikan
contoh berikut. Nilai guna total dari mengonsumsi 10 buah mangga meliputi
seluruh kepuasan yang diperoleh dari memakan mangga tersebut. Sedangkan nilai
guna marjinal dari mangga yang kesepuluh adalah pertambahan kepuasan yang
diperoleh dari memakan buah mangga yang kesepuluh.
C.
Hipotesis Utama Teori Nilai Guna
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih
dikenal sebagai hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan
bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu
barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus
menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada
akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke
atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan
menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa
pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara
terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya. Misalnya,
apabila seseorang yang berbuka puasa atau baru selesai berolahraga memperoleh segelas
air, maka ia memperoleh sejumlah kepuasan daripadanya, dan jumlah kepuasan itu
akan menjadi bertambah tinggi apabila ia dapat meminum segelas air lagi.
Hukum
nilai guna Marjinal akan dapat dimengerti dengan lebih jelas apabila
digambarkan dalam contoh secara angka dan selanjutnya contoh itu digambarkan
secara grafik.
·
Contoh Angka
Dengan
memisalkan bahwa kepuasan dari memakan mangga dalam satu hari dapat dinyatakan
dalam angka, pada table berikut ini ditunjukkan nilai guna total dan nila guna
marjinnal dari memakan berbagai jumlah buah mangga. Dalam contoh tersebut telah
diperhatikan juga hipotesis di atas, yaitu tambahan nilai guna akan menjadi
semakin menurun apabila konsumsi terus menerus ditambah. Contoh dalam tabel
tersebut menunjukkan bahwa hingga mangga kedelapan nilai guna marjinal adalah
positif, maka nilai guna total secara terus menerus bertambah kepuasannya.
Ketika memakan mangga yang kesembilan nilai guna marjina adalah negative. Ini
berarti kepuasan dari memakan mangga mencapai tingkat yang paling maksimum
apabila jumlah mangga yang dimakan adalah delapan.
Tabel,
Nilai Guna Total dan Nilai Guan Marjinal dalam Angka :
Jumlah
buah mangga yang dimakan
|
Nilai
guna total
|
Nilai
guna marjinal
|
0
|
0
|
-
|
1
|
30
|
30
|
2
|
50
|
20
|
3
|
65
|
15
|
4
|
75
|
10
|
5
|
83
|
8
|
6
|
87
|
4
|
7
|
89
|
2
|
8
|
90
|
1
|
9
|
89
|
-1
|
10
|
85
|
-4
|
11
|
78
|
-7
|
·
Contoh
Grafik Nilai Guna
Berdasarkan pada angka-angka dalam tabel di atas dalam gambar
berikut ini ditunjukkan kurva nilai guna marjinal. Dalam grafik (i), sumbu
tegak menggambarkan nilai guna total dan sumbu datar menunjukkan jumlah barang yang
dikonsumsi (digunakan). Grafik (ii) menunjukkan nilai guna marjinal yang diukur
pada sumbu tegak, pada berbagai unit barang yang dikonsumsikan yang digambarkan
pada sumbu datar.
Kurva nilai guna total (TU) bermula dari titik 0, yang berarti pada
waktu tidak terdapat konsumsi, maka nilai guna total adalah nol. Pada mulanya
kurva nilai guna total adalah menaik, yang berarti kalau jumlah konsumsi mangga
bertambah, maka nilai guna total bertambah tinggi. Kurva nilai guna total mulai
menurun pada waktu konsumsi mangga melebihi delapan buah. Kurva nilai guna
marjinal (MU) turun dari kiri atas ke kanan bawah. Gambaran ini mencerminkan
hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun. Kurva nilai guna marginal
memotong sumbu datar sesudah jumlah mangga yang kedelapan. Berarti sesudah
perpotongan tersebut nilai guna marjinal adalah negtif.
Gambar, Grafik Nilai Guna Total dan
Marjinal
TU MU
90
83
30
78
TU
Q
Q
0 5 8 11 0
1 8 9 MU
(i)
Nilai Guna Total (ii)
Nilai Guna Marjinal
D.
Pemaksimuman
Nilai Guna
Salah satu pemisalan penting dalam teori ekonomi adalah setiap
orang akan berusaha untuk memaksimumkan kepuasan yang dapat dinikmatinya.dengan
perkataan lain, setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari
barang-barang yang dikonsumsikannya. Apabila yang dikonsumsikannya hanya satu
barang saja, tidak sukar untuk menentukan oada tingkat mana nilai guna dari
memperoleh dan menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum.
Tingkat itu dicapai pada waktu nilai guna total mencapai tigkat maksimum.
Tetapi kalau barang yangdignakan adalah beragai jenis-jenisnya, cara unuk
menentukan corak konsumsi barang-barang yang akan menciptakan nilai guna yang
maksimum menjadi lebih rumit.
a.
Cara
Memaksimumkan Nilai Guna
Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi
dan jumlah barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari
perbedaan harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah bersamaan,
nilai guna akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna marjinal dari
setiap barang adalah sama besarnya
Misalnya, seseorang mengonsumsi tiga macam barang, yaitu sejenis
pakaian, sejenis makanan, dan sejenis hiburan (katakanlah kegiatan menonton
film). Didapatinya bahwa unit pakaian yang ketiga, unit makanan yang kelima,
dan menonton film yang kedua memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Kalau harga dari ketiga barang tersebut adalah bersamaan, kepuasan yang
maksimum (atau nilai guna yang maksimum) akan diperoleh orang tersebut apabila
mengonsumsikan tiga unit pakaian, lima unit makanan, dan dua kali menonton
film.
b.
Syarat
Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah
berbeda. Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan
memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna
marjinal yang sama besarnya.
Misalkan seseorang melakukan pembelian dan konsumsi di atas dua
acam barang yaitu makanan dan pakaian, dan berturut-turut harganya adalah 5000
rupiah dan50000 rupiah. Misalkan tambahan satu unit makanan akan memberikan
nilai guna marjinal sebanyak 5, dan tambahan satu unit pakaian mempunyai nilai
guna marjinal sebanyak 50. Andaikata orang itu mempunyai uang sebanyak 50000
rupiah, kepada barang apakah uang itu akan dibelanjakan ? dengan uang itu orang
tersebut dapat membeli 10 unit tambahan makanan, maka jumlah nilai guna
marjinal yang diperolehnya adalah 10 x 5 = 50. Kalau uang itu digunakan untuk
membeli pakaian, yang diperolehnya hanyalah satu unit dan nilai guna marjinal
dari satu unit tambahan pakaian ini adalah 50.
Dengan mudah dapat dilihat bahwa orang tersebut tidak perlu
bersusah-payah untuk menentukan barang mana yang harus ditambah konsumsinya.
Apa pun yang dipilih akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Berdasarkan kepada contoh di atas dapatlah dikemukakan hipotesis berikut :
1.
Seseorang
akan memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila
perbandingan nilai guna marjinal berbagai barang tersebut adalah sama dengan
perbandingan harga barang-barang tersebut. Keadaan seperti itu wujud dalam
contoh di atas. Perbandingan harga makanan dan pakaian adalah 5000:5000 atau
1:10, dan ini adalah sama dengan perbandingan nilai guna marginal makanan dan
pakaian, yaitu 5:50 atau 1:10.
Atau
2.
Seorang
akan memaksimalkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila
nilai guna marjinal untuk setiap rupiah yang dikeluarkan adalah sama untuk
setiap barang yang dikonsumsikan. Dalam contoh di atas nilai guna marjinal per
rupiah dari tambahan makanan adalah: nilai guna marjinal/harga = 5/5000 =1/1000. Dan nilai guna marjinal per
rupiah dari tambahan pakaian adalah: nilai guna marjinal/harga = 50/50000 =
1/1000.
Ledua hipotesis
tersebut mengandung pengertian yang sama. Syarat pemaksimuman nilai guna
seperti yang dinyatakan dalam (1) dan (2) biasanya dinyatakan secara rumus
aljabar, yaitu secara berikut:
MU barang A = MU barang B = MU
barang C
PA PB
Pc
Dalam pertemuan
di atasMU adalah nilai guna marjinal dan PA, PB dan Pc
berturut-turut adalah harga barang A, barang B, barang C.
E.
Teori
Nilai Guna dan Teori Permintaan
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya
kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang
menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak
permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu
barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian
dan Efek pendapatan.
a.
Efek
Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari
barang yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan,
nilai guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi
semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai akibatnya
sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga
barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara
nilai guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal
per rupiah dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian,
untuk barang B misalnya, MU barang B/PB yang sekarang adalah sama
dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A naik, keadaan yang berikut
berlaku:
b.
Efek
Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga
menyebabkan pendapatan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain,
kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi
bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen
mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami
kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil
bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang
dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada pendapatan ini, yang disebut efek
pendapatan, lebih memperkuat lagi efek panggantian didalam mewujudkan kurva
permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
F.
Surplus
Konsumen
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan
kepuasan yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam
analisis ekonomi, dikenal sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen
pada hakikatnya berarti perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seseorang
didalam mengkonsumsikan sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat
untuk memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar
daripada pembayaran yang dibuat. Perhatikan contoh sederhana berikut. Seorang
konsumen pergi ke pasar membeli mangga dan bertekad membeli satu buah yang
cukup besar apabila harganya Rp 1500. Sesampainya dipasar dia mendapati bahwa
mangga yang diinginkannya berharga Rp 1000. Jadi ia dapat memperoleh mangga
yang diinginkannya dengan harga Rp 500 lebih murah daripada harga yang tersedia
dibayarkannya. Nilai Rp 500 ini dinamakan surplus konsumen.[2]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Teori Perilaku konsumen adalah teori
yang mempelajari tentang proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan
dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk
dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Teori perilaku konsumen dapat
dibedakan dalam dua macam pendekatan : pendekatan nilai guna kardianal
(marginal utility) dan pendekatan nilai guna ordinal (indifference
curve).
Teori nilai guna yaitu teori ekonomi
yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari
mengkonsumsikan barang-barang tertentu.
Dalam
teori nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian : Nilai guna total dan nilai
guna marjinal
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih
dikenal sebagai hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan
bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu
barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus
menambah konsumsinya ke atas barang tersebut.
Salah satu pemisalan penting dalam
teori ekonomi adalah setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan kepuasan
yang dapat dinikmatinya.dengan perkataan lain, setiap orang akan berusaha untuk
memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya.
Cara memaksimumkan nilai guna yaitu dalam menentukan susunan atau komposisi dan jumlah
barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari perbedaan
harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah bersamaan, nilai guna
akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna marjinal dari setiap
barang adalah sama besarnya
Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan
akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna
marjinal yang sama besarnya.
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya
kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang
menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak
permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu
barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian
dan Efek pendapatan.
Teori nilai guna dapat pula
menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh para
konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam analisis ekonomi, dikenal sebagai surplus
konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan diantara
kepuasan yang diperoleh seseorang didalam mengkonsumsikan sejumlah barang
dengan pembayaran yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Triambarr, “Teori Nilai Guna (Utility)”, Blog Triambarr.
Triambarwat.blogspot.com/2-13/10 teori-nilai-guna-utility.html (6 Oktober
2013).
Sukirno,Sadono, Mikroekonomi Teori Pengantar, edisi Ketiga. (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada ).
No comments:
Post a Comment